Indonesia sedang memasuki era dimana jumlah dan proporsi penduduk usia produktif yang kian meningkat. Puncak lonjakannya diprediksi akan terjadi pada tahun 2020 hingga tahun 2030 mendatang.
Fenomena unik ini sering disebut dengan istilah bonus demografi. Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan bonus demografi sebagai keuntungan yang dinikmati suatu negara akibat besarnya proporsi penduduk produktif yakni rentang usia 15-64 tahun dalam evolusi kependudukan yang dialami oleh negara tersebut.
Saat bonus demografi mendatang tiba, jumlah usia angkatan kerja produktif di Indonesia akan mencapai 70% dari total populasi. Adapun 30% sisanya adalah penduduk berusia tidak produktif yaitu usia 14 tahun ke bawah dan di atas 64 tahun.
Menurut buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 yang diterbitkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Population Fund (UNFPA) pada tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 271,1 juta jiwa pada 2020. Jika persentase bonus demografi dihitung berdasarkan angka proyeksi maka jumlah penduduk usia produktif tiga tahun yang akan datang diperkirakan mencapai 189,7 juta jiwa.
Meskipun BKKBN mendefenisikan fenomena kependudukan itu sebagai sebuah keuntungan namun hal itu juga bisa menimbulkan kerugian bahkan bencana. Di satu sisi, bonus demografi memberi keuntungan karena melimpahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang produktif. Namun di sisi lain, bencana siap mengintai apabila angkatan kerja yang melimpah itu tidak berkualitas baik.
Penduduk usia produktif yang tidak berada dalam performa terbaiknya tentu akan tersisih. Ketidaksiapan baik secara fisik dan mental akan membuat angkatan kerja kesulitan bersaing. Ujung-ujungnya akan muncul permasalahan serius yaitu terjadinya pengangguran besar-besaran yang membebani negara.
Faktor narkoba
Narkoba adalah salah satu faktor yang membuat performa usia produktif menjadi tidak prima. Seseorang yang kecanduan narkoba akan kehilangan kendali atas dirinya sendiri dan tak lagi berpikir soal masa depan. Efek adiksi memaksa dirinya hanya berkutat dalam memuaskan dahaga mengonsumsi narkoba.
Saat ini narkoba memang menjadi salah satu tantangan terbesar bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Puslitkes Universitas Indonesia (UI) Tahun 2015 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,20% atau sekitar 4.098.029 orang dari total populasi penduduk (berusia 10-59 tahun). Sebanyak 35-50 orang meninggal sia-sia setiap hari akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba baik secara langsung maupun tidak.
Menurut survei tersebut, persentase penyalahguna berdasarkan latar belakang pekerjaan masing-masing adalah 50,34% pekerja, 27,32% pelajar dan mahasiswa, serta 22,34% pengangguran. Data tersebut tentu menjadi warning bagi bangsa kita agar lebih serius dalam menangani persoalan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Narkoba kini menjadi musuh bangsa nomor satu karena telah merasuk ke semua elemen masyarakat.
Di dalam lingkungan pendidikan, maraknya penyalahgunaan narkoba akan menghasilkan generasi muda yang diperbudak adiksi. Pelajar yang telah kecanduan narkoba tak bisa lagi belajar secara maksimal. Biasanya terjadi penurunan prestasi yang signifikan disertai dengan perubahan sikap dan prilaku mengarah pada hal-hal negatif.
Ancaman terbesar penyalahgunaan narkoba terhadap kalangan pelajar dan mahasiswa secara massif adalah terjadinya fenomena lost generation atau generasi yang hilang di masa yang akan datang. Padahal generasi muda yang ada saat ini seharusnya menjadi tulang punggung yang memberikan kontribusi penting pada era bonus demografi nanti.
Adapun dalam dunia kerja, pecandu ibarat duri dalam daging. Jika angka penyalahgunaan narkoba dalam suatu institusi tinggi maka produktivitas pekerja akan menurun. Ritme kerja juga jadi terganggu karena dampak narkoba tidak hanya menghancurkan si pecandu tetapi juga rekan kerjanya yang lain. Efek lainnya adalah tingginya angka kecelakaan kerja. Oleh karena itu, institusi maupun perusahaan wajib memastikan pekerjanya terbebas dari penyalahgunaan narkoba.
Pencegahan
Untuk memastikan usia produktif tidak terjerumus, setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Pertama, pencegahan. Upaya pencegahan ditujukan bagi orang-orang yang sama sekali belum bersentuhan dengan narkoba. Kelompok ini harus dijaga tetap bersih melalui diseminasi informasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Dengan begitu mereka akan tahu, sadar, dan paham bahaya narkoba sehingga memiliki daya tangkal (imun).
Komunitas masyarakat yang imun mencegah munculnya kampung narkoba yang marak akhir-akhir ini. Kampung narkoba biasanya muncul karena tidak ada kepedulian kelompok masyarakat terhadap kondisi di lingkungannya. Sebagian kelompok masyarakat yang lain justru mendapatkan manfaat dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di wilayahnya. Adanya kesadaran masyarakat bisa meredam kemunculan kampung narkoba sejak dini.
Kedua, rehabilitasi. Rehabilitasi diarahkan bagi orang-orang yang sudah terkontaminasi narkoba baik bagi yang coba pakai, teratur pakai maupun pecandu berat. Mendiamkan atau menyembuyikan mereka bukan solusi karena justru akan berdampak negatif bagi keluarga maupun masyarakat. Mereka harus diberi kesempatan untuk pulih. Rawat jalan ditujukan bagi pencadu yang masih dalam tahap coba pakai sedangan rawat inap bagi teratur pakai dan pecandu berat.
Rehabilitasi sukarela adalah pilihan terbaik bagi pecandu yang ingin lepas dari jerat narkoba. Dibutuhkan kesadaran baik bagi si pecandu maupun keluarga untuk melaporkan diri. Hal itu sekaligus untuk menghindari mereka berurusan dengan hukum karena pada dasarnya penyalahgunaan narkoba merupakan tindakan pidana. Jika tertangkap tangan menyalahgunakan narkoba secara ilegal disertai dengan barang bukti yang menyakinkan maka hukumannya bisa sangat berat.
Ketiga, pemberantasan. Upaya pemberantasan bertujuan untuk memutus mata rantai peredaran gelap narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri telah bekerja keras dalam mengungkap jaringan narkoba yang beroperasi di Indonesia. Pengungkapan demi pengungkapan terus dilakukan namun tetap tak membuat para mafia narkoba kapok. Mereka selalu menggunakan modus yang berubah-ubah untuk mengelabui petugas.
Peran serta masyarakat dalam bidang pemberantasan sangat dibutuhkan. Masyarakat bisa membantu terutama dalam memberikan informasi adanya peredaran gelap narkoba di wilayah masing-masing. Pengungkapan jaringan narkoba selama ini dominan berasal dari laporan awal dari masyarakat.
Upaya pencegahan, rehabilitasi dan pemberantasan yang berkesinambungan diharapkan bisa menjadi benteng dalam meminimalkan penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkoba. Dengan begitu bonus demografi tidak menjadi bencana bagi bangsa kita.
Indonesia terancam kehilangan generasi muda akibat tingginya pengguna narkoba usia produktif. Narkoba juga sudah membunuh banyak generasi muda. Jangan sampai kita jadi tidak produktif gara-gara penyalahgunaan narkoba.
| Esdras Idi Alfero Ginting S.Sos | @esdrasidialfero | esdras.idialfero@gmail.com | Tulisan ini dimuat di Harian Analisa Medan, Sabtu 29 April 2017 Versi web bisa dicek di www.analisadaily.com Download versi e-paper di sini